Banyak Melarang Anak, Ini Akibatnya

Banyak Melarang Anak, Ini Akibatnya



banyak_melarang_anak_ini_akibatnya
ilustrasi Google

KeluargaSehat.id -Memang pola asuh sejak kecil jika dijadikan faktor penyebab seseorang melakukan bunuh diri saat dewasa membingungkan kita semua. Tapi jika menarik alurnya dari penyebab kejadian, kita bisa melihat; sepeninggal sang bunda tiga kakak beradik mengalami gangguan psikis, hingga akhirnya si bungsu harus kehilangan dua kakaknya karena melakukan bunuh diri dengan cara terjun dari lantai 5A apartemen Gateway, Bandung.
Jadi sepeningal sang bunda kepada Tuhan Yang Maha Esa, ketiganya mungkin merasa hidupnya tak berarti, hidupnya sudah habis, hidupnya sudah percuma, mereka merasa tak ada tempat berlindung, bernaung, atau bahkan bergantung. Nah, kondisi seseorang seperti itu, salah satunya bisa dikarenakan pola asuh.





Jadi pola asuh yang membatasi anak untuk memiliki alternatif pemecahan masalah, bisa menjadi salah satu penyebabnya saat dewasa kelak melakukan bunuh diri.
Logikanya dimana? Menurut Erfiane Cicilia, Psi, MSi, yang akrab disapa Fifi, “Logika kinerja otaknya begini; saat anak membangun jalur-jalur di otak atau istilahnya membuat banyak laci alternatif, tapi di kekang, orangtua selalu menegakan aturan serba jangan, juga banyak di cut alias distop eksplorasinya, coba-cobanya, oleh orangtua, maka anak tidak belajar bahwa suatu kondisi harusnya bisa dihadapi dengan banyak cara.” Nah, jika demikian, lanjut Fifi, saat si ibu sudah meninggal, misalnya, dan si anak menemukan suatu masalah, ada kemungkinan si anak yang sudah dewasa tidak bisa apa-apa, yang ada dalam pikirannya hanya mengahiri hidup.




Pola asuh yang mengasah kemandirian atau self regulation seorang anak pun, bisa saja membuat anak melakukan yang tidak diharapkan saat dia terbentur sesuatu, seperti bunuh diri. “Saat anak tidak belajar mandiri, otomatis anak akan bergantung kepada sesuatu atau pihak tertentu. Bayangkan jika ini terjadi bertahun-tahun, sejak kecil hingga dewasa, yang ada di otaknya adalah setiap langkahku akan ada yang memutuskan dan mengarahkan, atau melindungi.”
Saat sosok yang dijadikannya tempat bergantung tidak ada lagi, tidak bisalagi melakukan hal-hal seperti biasanya, “Maka dia hanya mempunyai kenyataan, hidupnya sudah berakhir, dan itulah yang akan dipilihnya.” Jelas Fifi.
“Saya melihat sekarang ini banyak fenomena, anak orang kaya, sekolah tinggi, tapi menganggur di rumah. Lalu si anak mengalami gangguan jiwa.” Tak hanya sampai disitu, lanjut Fifi, anak-anak seperti itu saat masuk jenjang pernikahan, pola pikirnya tidak berubah. Ujung-ujungnya rumah tangganya bubar jalan, kalaupun tidak bubar rumah tangganya kacau balau. Maka itu hati-hati dengan pola asuh, jangan dianggap remeh dan disepelekan.


Penulis: Adede


Comments